Ini cerita sudah lama, tapi daripada cuma mengendap di folder, mumpun lagi meeting dan rada free jadi bisa gini gitu #loh
chekidot
Goes To Purwakarta
Berprinsip “Pantang libur
panjang tanpa lanjalan”, saya akhirnya trekking lagi, walau Cuma trekking ke
gunung mini, Gunung Lembu setelah setahun gak kemana-mana karena masih proses
recovery bantalan sendi lutut yang robek awal tahun 2015 lalu. Sebenernya sih
belum sembuh total, tapi udah lumayan banget buat aktivitas, termasuk di
banting di aikido :’
Setelah trip ke pulau
sangiang oleh Udin Organizer, kali ini lanjalan lagi ke Gunung Lembu di
Purwakarta. Inget banget tahun lalu udah ada rencana ke Gunung Lembu, yang
bikin Udin juga trus Khalida, Ibos dan Rijal rencananya ikut pas aku masuk grup
mereka langsung komen, “Itu lututnya sembuhin dulu” akhirnya dengan ngedumel
saya unduru diri dari grup waktu itu. Eh ternyata trip nya gak jadi juga dan
baru kesampaian awal tahun 2016. Karena jarak yang cukup dekat, jadilah kami
berangkatnya Sabtu Pagi.
Yang mau nanjak, ketemu rombongan Cilegon
Photo source: Personal Collection
Jam 6 pagi setelah mengisi
perut dengan nasi dadar di warkop dekat kostan, saya ngojek ke Stasiun UI.
Meeting Poin yang dari Depok di Kober. Pas disana saya udah nemu seonggok
makhluk bernama Udin yang hobi ngetrip dan kita sebagai temen jadi seneng
hahaha... Beberapa menit saya kenalan sama Gani dan pacarnya, Mas Fuad. Sama –
sama lulusan UI juga. Total ber 7 yang ikutan trekking. Udin, Saya, Galih,
Chemi dan Dedek yang juga ikut trip Sangiang plus Gani dan Mas Fuad.
Setelah Galih the princess
datang, kami berangkat ke Terminal Kampung Rambutan. Di angkot udah ngobrol
seru sama Udin rencana ke Sindoro (yang akhirnya gatot). Hahaha... Sampai di
Terminal kami sudah disambut Chemi dan Dedek. Tiada minggu tanpa bersama Chemi
ceritanya. Walau pas postingan ini ditulis, udah jarang meet up sama Chemblo.
Kami nunggu bis menuju
Purwakarta. Setelah naik, hal yang saya lakukan adalah – tidur. Hahaha. Saya
gak kaya Ibos yang gak bisa tidur di perjalanan. Itu minggu lagi pelik banget,
tiap malam begadang karena kerjaan ditambah saya yang masih dalam proses
penyembuhan habis sakit sampe dokter cemas kalau gejala typus. Bismillah aja
lah, walau gunungnya cetek, tapi kalau gak fit juga gak enak. Pas bilang lagi
jalan ke Lembu di grup, ibos baper karena katanya gak diajak. Lah dia ada
training kantor di Bandung. Pas tahu kuotanya masih lowong juga pas udah detik
terakhir nge trip.
Sampai purwakarta kami turun
di dekat gerbang kota purwakarta dan menunggu pick up yang jemput kami.
Ternyata pick up nya ada masalah dan ketilang polisi, Jadilah kami harus jalan
beberapa puluh meter untuk dijemput pick up. Ternyata kami tidak sendiri, di
pick up sudah ada 3 orang rombongan dari Cilegon. Dari tongkrongannya mereka
udah sering naik gunung. Dan katanya mau bareng-bareng nanti naiknya. Oke,
perjalanan berlanjut. Gani dan Galih sebagai cewe naik di depan sama Pak sopir.
Saya? Kata anak aikido dan panahan aja saya bukan cewe, jadi terima nasib saja
ikut para batangan di bak belakang. Dari jalan aspal, akan masuk ke desa yang
jalannya juga dipakai jalur truk batu, jadi siap-siaplah pakai masker atau buff
kalau gak pingin sesak napas.
Sampai basecamp Gunung Lembu,
kami melakukan pendaftaran dan makan siang. Makanannya enak banget, entah
karena lapar atau apa. Apalagi sambelnya saya sampai nambah sambel. Walau
akhirnya itu hal paling saya sesali pas naik Gunung Lembu. Kami istirahat
sambil repacking. Chemi didaulat bawa tenda kapasitas 7 yang maha berat itu, saya
bawa beberapa bawaan Chemblo biar dia gak tewas pas naik. Kami rencananya mau
naik ba’da dhuhur biar waktunya enak. Cuma dua jam ini perjalanan ke puncaknya.
Kiblat Yang Tertukar
Kami salat di balai desa,
Chemi dan dedek ternyata sudah salat jamaah. Walau pas ngelihat arah kiblat
mereka saya agak curiga, akhirnya saya pastikan dengan nanya ke Mas Udin yang
nunggu carrier di luar. “Mas, ini kiblatnya kemana ya?”, dia jawab “Kesana”
menunjuk arah 90 derajat dari posisi Chemi dan Dedek lagi salat. Artinya kalau
kiblatnya barat, si Dedek dan Chemi lagi salat madep Selatan. Saya, Gani dan
Mas Fuad udah mau ngakak tapi kami tahan. Akhirnya kami salat sendiri dengan
imam mas Fuad madep barat. “Satu gunung, dua imam, dua kiblat” bisa jadi judul
FTV ala ala.
Kelar salat kami ngakak,
sedangkan dua pelaku pembuat mazhab baru cuma nyengir. Setelah repacking dan
membagi logistik dan tenda kami mulai perjalanan nanjak yang seru tapi agak
ngeselin itu.
Satu Dua Tanjakan
Mulai masuk dari gerbang tak
lupa kami berfoto dulu sebagai prasyarat buat melengkapi catatan perjalanan. Kami
pun balik badan dan langsung disambut dengan tangga dan tanjakan yang cukup
terjal. Damn. Kebetulan itu waktu saya baru habis sakit dan belum fit benar.
Ternyata ngaruh banyak ke stamina. Makannya pas ini mau ke Merbabu trus sakit
jadi waswas juga. Bisa tepar.
Dari awal naik sudah dikasih
bonus tanjakan. Udah lama gak main naik-naik, langsung dikasih ‘bonus’. Palagi
pakai bawa carrier segala. Untungnya gunungnya pendek iye 792 mdpl doang. Baru
beberapa menit udah pada lemah semua juga ternyata. Bahkan Chemi yang pro
nampak ngos-ngosan. Bukan cuma saya ternyata. Untungnya 15 menit perjalanan
kami sudah sampai di Pos 1 (yang jadi tempat nangkring dan salah fokus).
Kebetulan di pos 1 gunung lembu ada di pinggir gunung yang dari tempat itu bisa
lihat pemandangan waduk Jatiluhur dari ketinggian. Dan emang bagus sih. Apalagi
buat foto2. Disana saya memuluskan ambisi saya buat foto follow me. Berbeka
pinjaman tangan Udin saya bisa kek orang-orang. Padahal pas motoin, si Udin
udah bilang, “Ni bentar lagi tak tendang kamu, Im dari belakang” sambil
mengarahkan kakinya ke pantat saya yang kalo meleset saya jatoh aja ke jurang. Untung
udin paham perasaan jomblo perak ini. Hiks...
Trek Batu Lagi
Trek Gunung Lembu didominasi
oleh batuan dan tanjalan yang cukup terjal. Bisa dibilang cocok bagi pendaki
nubi seperti saya kalau dihitung dari lama tempuhnya. Tapi lumayan juga kalau
badan gak fit. Sarannya musti jaga badan biar tetep fit. Menghindari
muntah-muntah dan mual. Juga mata berkunang kunang seperti kemarin. Apalagi
dari awal treknya sudah cukup terjal dan gak ada ‘pemanasan’. Pos paling asik
buat kami yaitu pos tiga. Dimana ada es campur seharga 7000 rupiah. Damn, di
atas gunung yang cukup terjal ada es campur harga semurah itu. Dipadu dengan
mangga kweni yang aromanya bikin gak kuat pengen ikutan beli. Akhirnya saya
beli berbagi sama Chemi. Soalnya gak mungkin abis kalau satu mangkuk seorang. Pos
3 itu nantinya menjadi pos PHP buat saya sewaktu turun Lembu. Ini sih namanya
bukan naik gunung, tapi piknik. Di setiap pos ada makanan, apalagi murah
meriah. Gimana gak piknik.
Photo source : Koleksi Pribadi
Batu Besar dan Camp Ground
Hampir di setiap tempat
dimana kami bisa dapat view oke, kami berhenti buat – tentu saja foto-foto.
Sebelum campground ada tempat di pinggir jurang yang ada batu besarnya dan
bagus banget view nya. Dengan pemandangan utama waduk jatiluhur, bukit di bawah
yang hijau, dan keramba nelayan. Hanya bisa berucap MasyaAllah. Akibat
leha-leha di pos 1 sampai satu jam-an, kami gak bisa lama-lama di batu besar
dan harus ke Camp Ground. Sebenarnya area nge-camp di Gunung Lembu gak terlalu
luas. Untungnya pas kami sampai belum banyak orang disana jadi bisa ngambil
yang tempatnya OK. Yang datang setelah kami, banyak yang terpaksa nge camp di
tempat yang agak miring.
Gagal Sunset
Walau malas tapi akhirnya
saya ikut anak-anak juga buat ngelihat sunset yang karena mendung jadi gak
sunset lagi. Di Batu Lembu yang langsung menghadap ke Waduk Jatiluhur. Kami
bertukar cerita, bercengkrama, Bercakar-cakar ria #loh. Tapi bagaimanapun,
pemandangannya tetep cantik. Apalagi untuk ukuran ‘bukit’ begini kami bisa
melihat awan bergulung di bawah. Bergerak perlahan dari kanan dan kiri lalu
saling bertabrakan.
Photo source : Koleksi pribadi
Badai Di Malam Hari
Kami memasak, untuk makan
malam. Untungnya Gunung Lembu cukup aman dan gak ada cerita maling. Cuma ada
monyet, jadi kalau bisa logistik dan peralatan masak diamankan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Masak belum beres dan belum
dibereskan, ternyata kami harus menanggung derita badai. Seperti waktu di
Sangiang. Hujan turun – dan sayangnya cukup lebat. Awalnya kami biasa aja, tapi
akhirnya jadi gak biasa. Para perempuan disuruh (dipaksa) buat masuk tenda
kecil. Dan seperti pengalaman sebelumnya. Tenda gede kapasitas 7 orang emang
lebih fragile. Kena badai dan rembes. Untungnya tenda cewe Cuma rembes dan
dingin-dingin dikit. Para pria di luar sana bergulat dengan hujan untuk
memperbaiki flysheet.
Celana Anti Badai
Yang agak-agak sesuatu adalah
pemandangan yang disuguhkan pada kami ketika hujan badai. Udin meminta kami
para perempuan untuk tetap di dalam tenda. Yaudah saya mah nurut aja, tapi dia
bilang mau pinjem pisau kalau gak salah, jadilah saya buka tenda dan
pemandangan nista yang terhampar adalah sesosok lelaki dengan jas hujan dan
tanpa celana. Pemandangan paha lelaki. Awalnya saya suspect chemi karena celana
dia warna khaki. Ternyata eh ternyata cecunguk tersebut adalah si Dedek.
Bangke... Malem-malem dikasih pemandangan begituan. Langsung saya teriakin,
Iim : woy dek, lo gapake celana?
Dedek : Eh, ngapain liat-liat!! Sambil nge gas
Iim : lah elu nya yang disitu. Disgusting anjir.
Sambil nahan ketawa sama
penuh tanya. Itu dedek segitu kreatifnya gak pakai celana. Oke lah badai, tapi
– plis lah – gak gitu juga. Akhirnya bersama Gani dan Galih, kami
mempertanyakan “kenapa dedek bisa begitu”. Doi bawa carrier JWS model Denali 70
Liter, yamasa gak muat dimasukin celana. Palagi cuma ke Lembu yang
perjalanannya gak lama. Usut punya usut, keesokan harinya rombongan sunrise
pertama, Galih, Mas Fuad, Gani ketiganya menginterogasi Dedek kenapa bisa
berbuat nista demikian. Saya, Chemi dan Udin awalnya malas turun, tapi akhirnya
nge sunrise juga. Walau sunrisenya gak terlalu OK. Yang penting gak lupa sesi
foto2. Sebagian foto saya keliatan banget kalo lagi gendut (padahal gak pernah
kurus), sekalinya fotonya keliatan agak kurus, sebelah saya ada Udin. Pengen
masang jadi DP whatsapp, ntar malah jatohin pasaran.
Sunrise dan Photo Session
Edisi Iim, Chemi dan Udin
jumawa. Ketika pagi-pagi anak-anak yang lain ngajak untuk ngelihat sunrise,
kita masih cuek. Santai kaya di pantai, lalu salat subuh, baru dengan (agak)
malas. Tapi lumayan sih, dapat beberapa foto yang bagus. Sayang doang adek gak
ngelihat pemandangannya sama abang. Pas itu ada monyet songong yang berkeliaran
di batu besar. Dia nyolong mie instan, ini monyet songongnya pas orang-orang
mau ngasih gorengan doi nolak mentah, lalu ngambil crackers. Pilih – pilih
-___- padahal kita yang manusia aja mau makan. Karena lagi nge hits, ini gunung
emang rame sih. Pada kala itu, sesuatu rasa mules kombinasi mual dan pengen
boker mulai menjangkiti perut buncitku.
Mules Dikala Turun Gunung
Mungkin ini yang namanya azab
ilahi. Setelah kemarin menggunjingkan salah satu orang yang kita kenal, saya
dapet azab, udin juga sih. Tiba-tiba perut rasa pingin boker, tapi juga sakit
melilit kaya maag. Bayangkan kombinasi sempurnanya. Sejujurnya saya tidak
sendiri, Udin juga merasakan hal yang sama #eaaak. Kami terjebak nostalgia rasa
leganya aktivitas di toilet. Saking sakitnya sampai saya ijin sekip bongkar
tenda dan tiduran di atas balok kayu. Jahatnya anak-anak malah ngata-ngatain
saya yang lagi kesakitan ini. Biarpun perjalanan turun sebentar, tapi siksa
batin ini tak sanggup menahan, tiap turunan rasanya makin ngilu. Udin melakukan
penipuan ketika bilang di pos 3 ada toilet. Hingga harapan saya membumbung,
namun ketika sampai di pos 3 :
“Ibuk, disini ada toilet
gak?”
“Teu aya, neng”
Siyal. Trus gitu anak-anak
break dan beli es campur. Disitu saya sedih. Antara pengen tapi takut perut
makin melilit. Namun godaan mangga yang aromanya menyengat itu susah ditolak. Saya
pun menyerah. Hahaha
Disitu saya minta Udin
nemenin nyari tempat buat pupup. Saya tidak tahan lagi kakakkk... dannn kami
tidak menemukan apa-apa. Si ibu yang jualan di warung ternyata php juga. Doi
bilang ada sungai hiks...
Kami turun lagi ke pos 2, lalu
pos 1, dan saking gak tahannya saya sampai minta temenin sama Galih buat
melakukan penebusan dosa. Ada hutan bambu yang lumayan terlindungi. Saya
korek-korek tanah dan setelah jongkok. Itu dosa di perut saya gak mau keluar
juga. Akhirnya saya menyerah dan sabodo teuing lanjut perjalanan sampai
basecamp. Harap-harap cemas toiletnya lagi available. Ternyata penuh, bahkan
ngantre... Faaaakkkk.... dan setelah ngantre pun, akhirnya saya masuk ke bilik,
yang keluar Cuma angin. Saik lah ini.
Dan perjalanan pun berlanjut.
naik losbak ke stasiun Purwokerto, beli tiket, lalu makan lagi di dekat
stasiun, ditraktir es kelapa muda sama Udin, saya jabanin. Itu perut mules
tetep dihantam ama makanan hahaha... biar adek kuat nunggu abang soalnya. Akhirnya
saya menemukan secercah harapan. Ada Alfamart di sebrang warung makan. Tapi
malang tak dapat ditolak, saya nanya abangnya dimana toilet dan sudah
memantengi toiletnya. Kayanya ada orang mandi. Haaakkssss...
Saya pun menyerah dalam
pencarian jodoh toilet. 4 jam perjalanan dari Purwokerto ke Jakarta
Kota, lalu sejam lebih perjalanan dari Jakarta Kota sampai Stasiun UI. Saya
berpisah dengan Galih, Udin dan Chemi di stasiun UI. Akhirnya saya baru bisa
nge bom setelah sampai kosan. Agak siyal sih. Tapi ini pelajaran paling
berharga dari trip ke Lembu. Gaboleh ngatain orang. Hahahahakk.. emang gak
boleh sih harusnya.
Yang jelas enjoy banget
lanjalan sama bocah-bocah menyenangkan. Rame dan seru. Bahkan yang pacaran kaya
Bang Fuad dan Gani aja gak bikin para jejomblo ini ngerasa gak bisa nikmatin
liburan karena ngiri.
#Liburan #libur #jalannanjak #mountainesia #instamood #berasainstagram
Disclaimer : Semua foto di post ini adalah koleksi pribadi, dilarang menggunakan tanpa seizin penulis
Comments
Post a Comment