Semangka di Puncak Gunung
Guntur
Bikin
istigfar dan bikin persediaan air mendadak tipis. Untung bawa semangka. Yup
kami bawa semangka ke puncak Guntur untuk dinikmati disana. Apalagi kalau bukan
atas prakarsa Mas Zam yang level imajinasi terhadap kuliner di gunung sangat
liar. Mendaki sekitar satu setengah jam, kami sampai di puncak 1. Pemandangan
yang terlihat adalah – kabut. Hahaha iyalah, kalau mau sunrise harus dini hari
summitnya. Di puncak 1kami pecah itu semangka. Setengah kami makan. Jalur pos 3
ke puncak satu menurut saya yang paling berat. Lima menitan di puncak 1 kami
menuju puncak 2. Jalurnya didahului dengan jalan landa kemudian menanjak lagi.
Hahaha. Gak kalah serunya dari nanjak di awal. waktu tempuh sekitar 1 jam ke
puncak 2. Disana ada tugu GPS dari ITB, menandakan posisi tertinggi. Sayangnya,
vandalism terjadi bahkan seniat itu sampai puncak gunung. Tugu dan batu
dicoret-coret. At that point kalau saya liat ada yang nyorat-coret bakal
langsung saya koshinange trus dikunci kotegaeshi.
Di
puncak 2 kami melakukan negosiasi. Mas Zam pingin lanjut ke Puncak 3, Mas Yudi
pingin sampai puncak 2 aja cukup mengingat air kami sudah tiris dan bersisa
setengah semangka untuk 6 orang. Debat singkat terjadi dan diputuskan kami
lanjut ke puncak 3 yang memang Nampak dekat meskipun yang demikian seringkali
menipu. Kaya kalau misalnya udah deket sama orang, tapi ujungnya PHP. Jalurnya
mirip dari puncak 1 ke puncak 2, turun kemudian naik. Treknya juga nyaris
sama. Hanya memang lebih dekat. Butuh 45
menit dari puncak 2 ke puncak 3 dengan jalan tanpa berhenti lama-lama. Paling
hanya 5 sampai 6 detik berhenti dengan posisi ruku’ untuk meregangkan otot
betis, melemaskan lutut, sembari mengumpulkan tekad.
Puncak PHP, Puncak Dusta,
Puncak 3
Saya
sudah senang ketika melihat ujung puncak 3 yang ternyata puncak PHP alias
puncak bayangan. Masih harus jalan lagi untuk sampai puncak yang
sebenarnya.Cedih memang. Bukan cuma orang yang PHP, gunung juga. Padahal bukan
PHP juga, tapi kitanya aja yang ketinggian ekspektasinya. Dengan muka kelelahan
akhirnya kami sampai di puncak 3. Hanya sekitar tiga kelompok yang ada di
puncak 3. Di hadapan kami ada satu puncak lagi. Puncak 4 yang bikin gemes
pingin didaki. Tapinya air udah tiris. Jadilah kami hanya memecah semangka di Puncak
3. Dinikmati perlahan, karena tahu itu sumber gula dan air sampai kami bisa
kembali ke camp ground.
Semangka di Puncak 3 Gunung Guntur
Yang
tidak boleh terlewatkan adalah sesi foto walau nungguin moment yang tepat buat
foto itu semacam nunggu jodoh. Pasalnya kabut putih tebal nutup pemandangan.
Jadi gak keliatan apa-apa juga. Hahaha… Alhasil, kami nunggu ketika kabut mulai
tipis dan berfoto. Yang paling apes Mas Adit. Pas orangnya mau foto kabut jadi
tebel, jadi gak dapet foto yang oke. Hahaha …. Setelah menunggu sebatan mas
Adit kami turun lagi ke puncak 2. Berfoto di tugu GPS puncak Guntur lalu turun
ke camp ground.
Ama bang Zam yang bawa kulkas dua pintu (soalnya gada foto sendirinya) hiks
Main Perosotan di Gunung
Guntur
Yang
paling seru adalah ketika kami turun dari puncak 1 ke camp ground. Jalurnya
tidak pakai jalur ketika naik. Ada jalur ‘perosotan’ khusus. Akibat material
tanah berpasir dan bebatuan kecil yang bikin licin dan melorot. Itu jalur
tercepat untuk turun. Yang naik bisa satu setengah jam, turun nya paling 20
menitan. Mas Zam bilang minimal kalau lewat sini pasti
jatuh 10 kali. Dan Mba Eka pun dengan rajinnya menghitung berapa kali jatuh dan
ternyata pas 10 kali. Kalau saya alhamdulillah hanya tiga kali.
Kebanyakan
orang turun dengan jalur pasir ini dengan cara maju (kaki lurus) sedangkan saya
dengan miring. Sejujurnya itu untuk mengurangi tense di dengkul yang udah minta
diganti pakai dengkul sapi ini. Tapi rasa-rasanya malah bikin lebih ringan.
Meski enak dan cepat, tapi tetep aja capek. Saking ngilunya dengkul saya sampai
pada satu titik saya terjerembab ke depan menubruk ilalang tanpa alasan apapun.
Malu, tapi mas zam seperti tutup mata dan menolong saya. Hahaha... pas turun
sebelum ke camp kami sempat ke sungai dulu, walau disana saya cuma cuci muka.
Untungnya saya pakai sepatu. Sempat beberapa kali ada batu yang cukup besar
menghantam kaki saya dan terselamatkan karena sepatu. Pun pas perosotan lebih
aman (dan nyaman) pakai sepatu karena kerikil dan pasir tidak akan masuk-masuk
ke celana hiiiii...
Sampai
tenda, Mas Falaq yang kami tinggalin masih disana. Iyelah, kemana lagi. Saking
laparnya kami akhirnya bikin mie instan. Dan mas Zam dengan cekatan bikin –
Pisang Gulung Roti. Yasalaaammm.. Emang pakai banget nih satu orang bikin
kemping ceria. Awalnya kami nongkrong2 sedap sambil makan mie dan ditutup
dengan pisang gulung roti yang entah kenapa rasanya enak banget waktu itu.
Rencananya setelah makan siang kami segera packing dan turun. Tapi apa mau
dikata. Berkah shin cia sudah turun hari sebelumnya. Hujan mengguyur dengan
tanpa ampun. Alias cukup deras. Sampai kami harus memperbaiki flysheet, dan
memasang trash bag untuk menahan rembesan air. Hiksss...
Perosotan dari Puncak 1
Setelah
cukup tenang, kami pada tidur. Atau saya aja yang tidur hahaha. Yang jelas saya
tidur, Mba Eka juga yang akhirnya mau ganti baju yang basah setelah saya paksa
dan ancam bakal masuk angin. Mba Eka ini orangnya unik. Kalau dilihat dari
perawakan dan wajahnya orang paling akan menyangka dia Jawa. Padahal aslinya
Batak. Jadi trip nya lintas suku dan budaya (halah).
Daerah Kekuasaan dan Turun
Gunung
Setelah
tinggal gerimis lucu, jam 4 an sore kami packing untuk turun. Memang agak
maksa. Prediksi magrib harus sampai bawah. Sangat optimis. Kami siap turun jam
5 sore. Sebelumnya saya melakukan kewajiban ritual penting. Saya sudah punya
tempat nyemak favorit di sekitar camp. Pas sore itu saya datangi sialnya ada
orang yang ‘bikin tanda’ daerah kekuasaan bahkan gak di timbun, dan habis kena
hujan. Hueeeekkk.... ini pokonya yang ngasih kenang-kenangan lebih hina dari
kucing. Kucing aja kalau poop masih ditimbun.
Pas
cerita gitu ke anak-anak yang lagi packing saya malah diketawain. Siyaul...
Kutuyu99 memimpin di depan untuk turun. Iya soalnya dia yang paling cepet
jalannya. Tapi gak pakai ampun juga. Kami turun dan sama sekali gak berhenti.
Saya kira perjalanan paling berat pas turun lewat batu –batuan. Walau berat
juga sih, ada batu yang cukup besar nggelinding dari atas dan itu gak lucu.
Tapi karena jalurnya batu terjal jadi orang gak akan jalan cepat-cepat. Derita
sesungguhnya muncul ketika kalur batuan berakhir dan orang-orang mulai jalan
cepat. Siyaaalll.... dengkul saya lebih lemah kalau diajak turun gunung
daripada naik. Walau setelah dipaksakan akhirnya aman juga turun sampai
basecamp.
Jika
di awal di pos yang ngasih karcis kami dijanjikan untuk dapat karcis pas
pulang. Ternyata hanya janji palsu. #ish... Kami benci dengan hal itu karena
rawan kecurangan – dan secara tidak langsung kami dibohongi. Mas Falaq sampai
nawarin buat ‘dipanjangin’ urusannya. Iye doi kerja di media hahaha. Tapi
akhirnya diurungkan.
Sampai
basecamp rumah Pak RT kami istirahat. Saya mandi dan ganti baju dari luar ampe
dalam wakakaka... yang lain juga. Mungkin kecuali mas zam yang insist kalau dia
mandi dia gak jadi suhu Zam lagi. Mandi lalu makan dengan harga 10 ribu yang
isinya ikan asin, telur ceplok, tempe dan tahu juga sambel yang enak. Huaaa
murah. Iye dibandingkan depok, apalagi Jakarta.
Pepes Manusia di Rumah Pak RT
Ujan
masih mengguyur. Kami sempat menimbang untuk langsung ‘hajar’ pulang atau
nginep semalam lagi tapi di rumah pak RT. Akhirnya kami nginep semalam lagi.
Itinerary berubah mendadak. Untung besoknya masih libur jadi bisa diginiin.
Kalau besok udah masuk kerja, yakin sih bakal dihajar juga buat balik tengah
malam ke Jakarta. Menurut saya ini salah satu yang bikin saya seneng shared
cost. Biayanya bisa ditekan, dan itinerary sesuai kesepakatan. Rombongan yang
sempat berpapasan dengan kami saat muncak yang ikut trip mereka sampai puncak
satu (saja). Kami yang karena orangnya dikit, jadi mau gak mau ‘gak ada
toleransi’ dan stamina wajib bagus semua jadi bisa sampai puncak 3, bonus satu
puncak dari target. Akhirnya kami mulai berjatuhan bergelimpangan di ruang tamu
Pak RT. Kebetulan agak kecil jadi kami harus saling berbagi menjadi pepes ikan.
Kaki saya bahkan tidak pernah bisa selonjoran. Bawah saya ada mas Adit, kan
kasian kalau kepalanya saya tendang. Malam syahdu dilalui dengan suara nyanyian
Mas Falaq yang nyaring dan bertahan sampai pagi menjelang. Warbyasah.
Usai
salat subuh, kami sempat kumpul-kumpul di ruang tamu. Saya mulai membuka
peralatan tempur (bedak, pensil alis) hahaha... teteup. Kalau naik gunung saya
gak bakal pakai make up. Tapi ini udah turun, kembali ke kodrat. Sampai
disebut, ibu-ibu lagi dandan. Kami menikmati gorengan traktiran mas Raka. Mas
Raka ini orangnya juga unik. Dia naik gunung bawa topi jerami ala lufi. Bahkan
awal ketemu saya kira itu topinya mba eka. Ternyata punya cowo. Dia punya
project bikin video perjalanan dan suka foto. Plus ada drama pas sebelum turun.
Dia merasa kehilangan kaca matanya. Kami sudah khawatir kalau-kalau keinjak dan
patah. Tapi nyatanya gak nemu. Bahkan mas Adit yang setenda dengan Mas Raka
sampai bongkar carrier dan teteup gak ada isinya. Ternyata pas sampai basecamp
baru ketahuan. Si kacamata nyangkut di tali carrier dan ketutup sama rain
cover. #buangmeja.
Perjalanan Pulang
Dengan
menaiki pick up kami diantar ke terminal Guntur. Sebelum berangkat, kami sarapan
dulu. Saya melakukan sedikit transaksi dengan Mas Falaq demi kelancaran hidup
bersama. Sekitar jam 9 kami berangkat dari terminal Guntur. Inget banget tahun
lalu geng Papandayan kejar-kejaran dengan bis Primajasa terakhir jam setengah 6
sore. Dan untungnya masih ada tempat duduk buat kami semua. Yang dua jam awal
perjalanan kami ngakak melempar candaan – candaan berbau sarkas dan sedikit
fulgar. Tak lupa ngecengin Johan dan Nana, Dan Chemi sebagai suhu nya godain
cewe, dan Ipin yang bersin aja keluar dolar, dan Ibos yang akhirnya tidur di
perjalanan karena saking cape nya – dan udah berhenti ngambek pas naik bis. Ah,
memori...
Kami
pasang badan di tempat masing-masing. Saya minta di samping jendela (lagi) kan
mau bobo. Princess kan capek. Hahaha... Jam 1 an bis sampai di Pasar Rebo dan
setelah salaman lucu, dengan bilang janjian bakal nge trip lagi (walau entah
kapan), kami berpisah. Saya naik angkot 112 ke depok dan turun di Kober.
Siang-siang bawa carrier itu gak lucu sih. Biasanya kan pulang pasti malam.
Overall perjalanan menyenangkan. Utamanya temen barunya sama makanan enaknya.
Jangan takut melakukan perjalanan sendiri, karena disana kamu bisa saja
mendapat teman baru yang akan mengisi perjalanan-perjlananmu nanti. Awalnya gak
ragu karena tidak ada stau orang yang saya kenal, tapi akhirnya kenal dan bisa
akrab.
See You Next
Time Guntur Yang Hangat
Kalau
gunungnya, saya lebih suka Papandayan. Hahaha iya lebih indah. Tapi mau
dikemanain Trip Papandayan yang gak pernah bisa lupa sih. Grup nya pun masih
ada sampai sekarang walau lately saya suka kesepian karena pada sibuk. Terakhir
ada wacana buat nonton deadpool tapi gatau deh. Pada sibuk semua. Apalagi rijal
lagi mode intrivert nya kambuh, Ipin dinas mulu, beberapa waktu lalu ke
Filipin, minggu lalu kayanya ke Pontianak. Chemi sibuk ngurus proyek (dan nyari
kerjaan baru) hahaha. Ibos sibuk selalu pulang bisa sampai jam 2 berangkat lagi
jam 5. Mungkin dia berencana menikahi gedung bursa efek suatu hari nanti.
Kangen sih kumpul-kumpul. Semoga bisa bareng-bareng lagi.
Bikinan Bang Jam
Sedikit review mengenai
gunung Guntur
- Basecamp – Pos 1 : 1 jam Jalur masih relatif landai, namun bikin capek juga
- Pos 1 – Pos 2 : 0,5 jam Jangan lupa ngaso di pos 1, saya bobo hampir sejam disana, jalur lebih menanjak, mulai masuk jalu baebatuan
- Pos 2 – Pos 3 : 1,5 jam Jalur berbatu dan menanjak, buat yang punya tungkai pendek boleh lah merangkak, disarankan memakai sepatu dan tetap hati-hati karena gak pernah tahu kalau ada batu dari atas gelundung ke bawah, Pos 3-bisa nge-camp
- Pos 3 – Puncak 1 : 1,5 jam, Jalur terjal, dominasi tanah labil dan berpasir, harus ekstra hati-hati, apalagi gersang dan minim vegetasi, yang ada ilalang. Disarankan memakai sepatu, terlebih untuk turunnya yang mayoritas pakai metode perosotan hahahakkk... minimal 10 kali lah jatoh.
- Puncak 1 – Puncak 2 : 1 jam, jalur menurun kemudian mendaki lagi, hampir sama namun tidak se sadis dari pos 3 ke puncak 1.
- Puncak 2 – Puncak 3 : 45 Menit, ada yang namanya puncak PHP alias puncak bayangan. Jalur mirip dengan puncak 1 ke puncak 2. Disarankan membawa semangka.
Gunung Guntur ada mata
airnya, lebih tepatnya sungai yang paling mudah diakses dari Pos 3, karena itu
banyak pendaki yang mendirikan kemah di Pos 3. Dan relatif lebih aman karena
masih ada pepohonan. Namun beberapa memilih untuk camping di antara puncak 1
dan puncak 2, atau antara puncak 2 ke puncak 3. Mohon hati-hati terutama
apabila naik di musim hujan dan petir. Tidak adanya pepohonan membuat risiko terkait
petir lebih tinggi dan pastikan untuk membawa perbekalan air yang cukup. Karena
akan jadi sangat ‘PR’ kalau harus mengambil air ke sungai di Pos 3.
Meskipun muncak tanpa
carrier, pastikan juga untuk membawa cukup air. Agar tidak kehausan seperti
pengalaman saya kemarin. Hahahakkk... Khusus Guntur, saya prefer menggunakan
sepatu, yai,.. lebih aman apalagi pas perosotan dan naik.
See you nex trips
PS: Selanjutnya, Catper Gunung Lembu yang telat di posting
Comments
Post a Comment