Skip to main content

Catatan Perjalanan - Gunung Guntur yang Hangat (Part 2)



Semangka di Puncak Gunung Guntur
Bikin istigfar dan bikin persediaan air mendadak tipis. Untung bawa semangka. Yup kami bawa semangka ke puncak Guntur untuk dinikmati disana. Apalagi kalau bukan atas prakarsa Mas Zam yang level imajinasi terhadap kuliner di gunung sangat liar. Mendaki sekitar satu setengah jam, kami sampai di puncak 1. Pemandangan yang terlihat adalah – kabut. Hahaha iyalah, kalau mau sunrise harus dini hari summitnya. Di puncak 1kami pecah itu semangka. Setengah kami makan. Jalur pos 3 ke puncak satu menurut saya yang paling berat. Lima menitan di puncak 1 kami menuju puncak 2. Jalurnya didahului dengan jalan landa kemudian menanjak lagi. Hahaha. Gak kalah serunya dari nanjak di awal. waktu tempuh sekitar 1 jam ke puncak 2. Disana ada tugu GPS dari ITB, menandakan posisi tertinggi. Sayangnya, vandalism terjadi bahkan seniat itu sampai puncak gunung. Tugu dan batu dicoret-coret. At that point kalau saya liat ada yang nyorat-coret bakal langsung saya koshinange trus dikunci kotegaeshi. 

                                                              Tugu yang dicoyet, kezel

Di puncak 2 kami melakukan negosiasi. Mas Zam pingin lanjut ke Puncak 3, Mas Yudi pingin sampai puncak 2 aja cukup mengingat air kami sudah tiris dan bersisa setengah semangka untuk 6 orang. Debat singkat terjadi dan diputuskan kami lanjut ke puncak 3 yang memang Nampak dekat meskipun yang demikian seringkali menipu. Kaya kalau misalnya udah deket sama orang, tapi ujungnya PHP. Jalurnya mirip dari puncak 1 ke puncak 2, turun kemudian naik. Treknya juga nyaris sama.  Hanya memang lebih dekat. Butuh 45 menit dari puncak 2 ke puncak 3 dengan jalan tanpa berhenti lama-lama. Paling hanya 5 sampai 6 detik berhenti dengan posisi ruku’ untuk meregangkan otot betis, melemaskan lutut, sembari mengumpulkan tekad. 

Puncak PHP, Puncak Dusta, Puncak 3
Saya sudah senang ketika melihat ujung puncak 3 yang ternyata puncak PHP alias puncak bayangan. Masih harus jalan lagi untuk sampai puncak yang sebenarnya.Cedih memang. Bukan cuma orang yang PHP, gunung juga. Padahal bukan PHP juga, tapi kitanya aja yang ketinggian ekspektasinya. Dengan muka kelelahan akhirnya kami sampai di puncak 3. Hanya sekitar tiga kelompok yang ada di puncak 3. Di hadapan kami ada satu puncak lagi. Puncak 4 yang bikin gemes pingin didaki. Tapinya air udah tiris. Jadilah kami hanya memecah semangka di Puncak 3. Dinikmati perlahan, karena tahu itu sumber gula dan air sampai kami bisa kembali ke camp ground. 
                                              Semangka di Puncak 3 Gunung Guntur
 
Yang tidak boleh terlewatkan adalah sesi foto walau nungguin moment yang tepat buat foto itu semacam nunggu jodoh. Pasalnya kabut putih tebal nutup pemandangan. Jadi gak keliatan apa-apa juga. Hahaha… Alhasil, kami nunggu ketika kabut mulai tipis dan berfoto. Yang paling apes Mas Adit. Pas orangnya mau foto kabut jadi tebel, jadi gak dapet foto yang oke. Hahaha …. Setelah menunggu sebatan mas Adit kami turun lagi ke puncak 2. Berfoto di tugu GPS puncak Guntur lalu turun ke camp ground. 
             Ama bang Zam yang bawa kulkas dua pintu (soalnya gada foto sendirinya) hiks


Main Perosotan di Gunung Guntur
Yang paling seru adalah ketika kami turun dari puncak 1 ke camp ground. Jalurnya tidak pakai jalur ketika naik. Ada jalur ‘perosotan’ khusus. Akibat material tanah berpasir dan bebatuan kecil yang bikin licin dan melorot. Itu jalur tercepat untuk turun. Yang naik bisa satu setengah jam, turun nya paling 20 menitan. Mas Zam bilang minimal kalau lewat sini pasti jatuh 10 kali. Dan Mba Eka pun dengan rajinnya menghitung berapa kali jatuh dan ternyata pas 10 kali. Kalau saya alhamdulillah hanya tiga kali. 


Kebanyakan orang turun dengan jalur pasir ini dengan cara maju (kaki lurus) sedangkan saya dengan miring. Sejujurnya itu untuk mengurangi tense di dengkul yang udah minta diganti pakai dengkul sapi ini. Tapi rasa-rasanya malah bikin lebih ringan. Meski enak dan cepat, tapi tetep aja capek. Saking ngilunya dengkul saya sampai pada satu titik saya terjerembab ke depan menubruk ilalang tanpa alasan apapun. Malu, tapi mas zam seperti tutup mata dan menolong saya. Hahaha... pas turun sebelum ke camp kami sempat ke sungai dulu, walau disana saya cuma cuci muka. Untungnya saya pakai sepatu. Sempat beberapa kali ada batu yang cukup besar menghantam kaki saya dan terselamatkan karena sepatu. Pun pas perosotan lebih aman (dan nyaman) pakai sepatu karena kerikil dan pasir tidak akan masuk-masuk ke celana hiiiii... 

Sampai tenda, Mas Falaq yang kami tinggalin masih disana. Iyelah, kemana lagi. Saking laparnya kami akhirnya bikin mie instan. Dan mas Zam dengan cekatan bikin – Pisang Gulung Roti. Yasalaaammm.. Emang pakai banget nih satu orang bikin kemping ceria. Awalnya kami nongkrong2 sedap sambil makan mie dan ditutup dengan pisang gulung roti yang entah kenapa rasanya enak banget waktu itu. Rencananya setelah makan siang kami segera packing dan turun. Tapi apa mau dikata. Berkah shin cia sudah turun hari sebelumnya. Hujan mengguyur dengan tanpa ampun. Alias cukup deras. Sampai kami harus memperbaiki flysheet, dan memasang trash bag untuk menahan rembesan air. Hiksss... 


                                                       Perosotan dari Puncak 1 

Setelah cukup tenang, kami pada tidur. Atau saya aja yang tidur hahaha. Yang jelas saya tidur, Mba Eka juga yang akhirnya mau ganti baju yang basah setelah saya paksa dan ancam bakal masuk angin. Mba Eka ini orangnya unik. Kalau dilihat dari perawakan dan wajahnya orang paling akan menyangka dia Jawa. Padahal aslinya Batak. Jadi trip nya lintas suku dan budaya (halah).

Daerah Kekuasaan dan Turun Gunung
Setelah tinggal gerimis lucu, jam 4 an sore kami packing untuk turun. Memang agak maksa. Prediksi magrib harus sampai bawah. Sangat optimis. Kami siap turun jam 5 sore. Sebelumnya saya melakukan kewajiban ritual penting. Saya sudah punya tempat nyemak favorit di sekitar camp. Pas sore itu saya datangi sialnya ada orang yang ‘bikin tanda’ daerah kekuasaan bahkan gak di timbun, dan habis kena hujan. Hueeeekkk.... ini pokonya yang ngasih kenang-kenangan lebih hina dari kucing. Kucing aja kalau poop masih ditimbun. 

Pas cerita gitu ke anak-anak yang lagi packing saya malah diketawain. Siyaul... Kutuyu99 memimpin di depan untuk turun. Iya soalnya dia yang paling cepet jalannya. Tapi gak pakai ampun juga. Kami turun dan sama sekali gak berhenti. Saya kira perjalanan paling berat pas turun lewat batu –batuan. Walau berat juga sih, ada batu yang cukup besar nggelinding dari atas dan itu gak lucu. Tapi karena jalurnya batu terjal jadi orang gak akan jalan cepat-cepat. Derita sesungguhnya muncul ketika kalur batuan berakhir dan orang-orang mulai jalan cepat. Siyaaalll.... dengkul saya lebih lemah kalau diajak turun gunung daripada naik. Walau setelah dipaksakan akhirnya aman juga turun sampai basecamp. 

Jika di awal di pos yang ngasih karcis kami dijanjikan untuk dapat karcis pas pulang. Ternyata hanya janji palsu. #ish... Kami benci dengan hal itu karena rawan kecurangan – dan secara tidak langsung kami dibohongi. Mas Falaq sampai nawarin buat ‘dipanjangin’ urusannya. Iye doi kerja di media hahaha. Tapi akhirnya diurungkan. 

Sampai basecamp rumah Pak RT kami istirahat. Saya mandi dan ganti baju dari luar ampe dalam wakakaka... yang lain juga. Mungkin kecuali mas zam yang insist kalau dia mandi dia gak jadi suhu Zam lagi. Mandi lalu makan dengan harga 10 ribu yang isinya ikan asin, telur ceplok, tempe dan tahu juga sambel yang enak. Huaaa murah. Iye dibandingkan depok, apalagi Jakarta. 

Pepes Manusia di Rumah Pak RT
Ujan masih mengguyur. Kami sempat menimbang untuk langsung ‘hajar’ pulang atau nginep semalam lagi tapi di rumah pak RT. Akhirnya kami nginep semalam lagi. Itinerary berubah mendadak. Untung besoknya masih libur jadi bisa diginiin. Kalau besok udah masuk kerja, yakin sih bakal dihajar juga buat balik tengah malam ke Jakarta. Menurut saya ini salah satu yang bikin saya seneng shared cost. Biayanya bisa ditekan, dan itinerary sesuai kesepakatan. Rombongan yang sempat berpapasan dengan kami saat muncak yang ikut trip mereka sampai puncak satu (saja). Kami yang karena orangnya dikit, jadi mau gak mau ‘gak ada toleransi’ dan stamina wajib bagus semua jadi bisa sampai puncak 3, bonus satu puncak dari target. Akhirnya kami mulai berjatuhan bergelimpangan di ruang tamu Pak RT. Kebetulan agak kecil jadi kami harus saling berbagi menjadi pepes ikan. Kaki saya bahkan tidak pernah bisa selonjoran. Bawah saya ada mas Adit, kan kasian kalau kepalanya saya tendang. Malam syahdu dilalui dengan suara nyanyian Mas Falaq yang nyaring dan bertahan sampai pagi menjelang. Warbyasah. 

Usai salat subuh, kami sempat kumpul-kumpul di ruang tamu. Saya mulai membuka peralatan tempur (bedak, pensil alis) hahaha... teteup. Kalau naik gunung saya gak bakal pakai make up. Tapi ini udah turun, kembali ke kodrat. Sampai disebut, ibu-ibu lagi dandan. Kami menikmati gorengan traktiran mas Raka. Mas Raka ini orangnya juga unik. Dia naik gunung bawa topi jerami ala lufi. Bahkan awal ketemu saya kira itu topinya mba eka. Ternyata punya cowo. Dia punya project bikin video perjalanan dan suka foto. Plus ada drama pas sebelum turun. Dia merasa kehilangan kaca matanya. Kami sudah khawatir kalau-kalau keinjak dan patah. Tapi nyatanya gak nemu. Bahkan mas Adit yang setenda dengan Mas Raka sampai bongkar carrier dan teteup gak ada isinya. Ternyata pas sampai basecamp baru ketahuan. Si kacamata nyangkut di tali carrier dan ketutup sama rain cover. #buangmeja. 

Perjalanan Pulang
Dengan menaiki pick up kami diantar ke terminal Guntur. Sebelum berangkat, kami sarapan dulu. Saya melakukan sedikit transaksi dengan Mas Falaq demi kelancaran hidup bersama. Sekitar jam 9 kami berangkat dari terminal Guntur. Inget banget tahun lalu geng Papandayan kejar-kejaran dengan bis Primajasa terakhir jam setengah 6 sore. Dan untungnya masih ada tempat duduk buat kami semua. Yang dua jam awal perjalanan kami ngakak melempar candaan – candaan berbau sarkas dan sedikit fulgar. Tak lupa ngecengin Johan dan Nana, Dan Chemi sebagai suhu nya godain cewe, dan Ipin yang bersin aja keluar dolar, dan Ibos yang akhirnya tidur di perjalanan karena saking cape nya – dan udah berhenti ngambek pas naik bis. Ah, memori... 

Kami pasang badan di tempat masing-masing. Saya minta di samping jendela (lagi) kan mau bobo. Princess kan capek. Hahaha... Jam 1 an bis sampai di Pasar Rebo dan setelah salaman lucu, dengan bilang janjian bakal nge trip lagi (walau entah kapan), kami berpisah. Saya naik angkot 112 ke depok dan turun di Kober. Siang-siang bawa carrier itu gak lucu sih. Biasanya kan pulang pasti malam. Overall perjalanan menyenangkan. Utamanya temen barunya sama makanan enaknya. Jangan takut melakukan perjalanan sendiri, karena disana kamu bisa saja mendapat teman baru yang akan mengisi perjalanan-perjlananmu nanti. Awalnya gak ragu karena tidak ada stau orang yang saya kenal, tapi akhirnya kenal dan bisa akrab.
See You Next Time Guntur Yang Hangat

Kalau gunungnya, saya lebih suka Papandayan. Hahaha iya lebih indah. Tapi mau dikemanain Trip Papandayan yang gak pernah bisa lupa sih. Grup nya pun masih ada sampai sekarang walau lately saya suka kesepian karena pada sibuk. Terakhir ada wacana buat nonton deadpool tapi gatau deh. Pada sibuk semua. Apalagi rijal lagi mode intrivert nya kambuh, Ipin dinas mulu, beberapa waktu lalu ke Filipin, minggu lalu kayanya ke Pontianak. Chemi sibuk ngurus proyek (dan nyari kerjaan baru) hahaha. Ibos sibuk selalu pulang bisa sampai jam 2 berangkat lagi jam 5. Mungkin dia berencana menikahi gedung bursa efek suatu hari nanti. Kangen sih kumpul-kumpul. Semoga bisa bareng-bareng lagi.


Bikinan Bang Jam

Sedikit review mengenai gunung Guntur

  • Basecamp – Pos 1   : 1 jam Jalur masih relatif landai, namun bikin capek juga
  • Pos 1 – Pos 2              : 0,5 jam Jangan lupa ngaso di pos 1, saya bobo hampir sejam disana, jalur lebih menanjak, mulai masuk jalu baebatuan
  • Pos 2 – Pos 3              : 1,5  jam Jalur berbatu dan menanjak, buat yang punya tungkai pendek boleh lah merangkak, disarankan memakai sepatu dan tetap hati-hati karena gak pernah tahu kalau ada batu dari atas gelundung ke bawah, Pos 3-bisa nge-camp
  • Pos 3 – Puncak 1      : 1,5 jam, Jalur terjal, dominasi tanah labil dan berpasir, harus ekstra hati-hati, apalagi gersang dan minim vegetasi, yang ada ilalang. Disarankan memakai sepatu, terlebih untuk turunnya yang mayoritas pakai metode perosotan hahahakkk... minimal 10 kali lah jatoh.
  • Puncak 1 – Puncak 2 : 1 jam, jalur menurun kemudian mendaki lagi, hampir sama namun tidak se sadis dari pos 3 ke puncak 1.
  • Puncak 2 – Puncak 3 : 45 Menit, ada yang namanya puncak PHP alias puncak bayangan. Jalur mirip dengan puncak 1 ke puncak 2. Disarankan membawa semangka.

Gunung Guntur ada mata airnya, lebih tepatnya sungai yang paling mudah diakses dari Pos 3, karena itu banyak pendaki yang mendirikan kemah di Pos 3. Dan relatif lebih aman karena masih ada pepohonan. Namun beberapa memilih untuk camping di antara puncak 1 dan puncak 2, atau antara puncak 2 ke puncak 3. Mohon hati-hati terutama apabila naik di musim hujan dan petir. Tidak adanya pepohonan membuat risiko terkait petir lebih tinggi dan pastikan untuk membawa perbekalan air yang cukup. Karena akan jadi sangat ‘PR’ kalau harus mengambil air ke sungai di Pos 3. 

Meskipun muncak tanpa carrier, pastikan juga untuk membawa cukup air. Agar tidak kehausan seperti pengalaman saya kemarin. Hahahakkk... Khusus Guntur, saya prefer menggunakan sepatu, yai,.. lebih aman apalagi pas perosotan dan naik. 

See you nex trips
PS: Selanjutnya, Catper Gunung Lembu yang telat di posting

Comments

Popular posts from this blog

Review Gear - Deuter Aircontact 50+10 SL

Sekali-kali bikin catatan yang agak berguna bagi dunia persilatan. Demi pelaksanaan hobi jalan-jalan yang lebih nyaman terkendali, akhirnya (mau gak mau) saya musti beli yang namanya carrier. Benda satu ini memang vital banget buat orang-orang yang suka lanjalan utamanya lanjalan menyusuri tanjakan. Berhubung belakangan lagi seneng naik – naik gunung lucu, saya memutuskan untuk beli carrier sendiri. Selama ini carrier modal pinjem temen yang malah seneng carrier nya dipakai. Hahahakkk... #dasarbenalu  Beberapa minggu memilih dan memilah, lihat review sana sini, Udah sampai level browsing toko outdoor yang jualan carrier yang lebih nyaman di kantong juga. Sempat nanya-nanya carrier merk dalam negeri Consina dan Cozmeed demi menyelamatkan dompet dari derita kekeringan. Cukup hati adek yang kering, Bang. #bah Dan hingga ujungnya, pada suatu minggu pilihan saya jatuh pada Deuter Aircontact 50 + 10. Bahahahhaa....  Kalau kata Dimitri, kak iim emang suka random kaya gitu.  M

Catatan Perjalanan - Pulau Sangiang (Part II)

Badai Pasti Berlalu Usai memasang tenda dan flysheet, dari tampangnya sudah kelihatan kami semua kelelahan. Saya sempat mengambil beberapa foto, lalu mencari pohon teduh buat ngaso yang selanjutnya dialihfungsikan sebagai tempat tidur siang. Ada yang tidur di atas mastras di pasir, ada yang tidur diatas kayu sekitar pohon teduh. Hampir jam 3 saya terbangun dan mencari Galih, anaknya sedang mandi ternyata. Usai mandi dan leha-leha kami berburu sunset walau tidak seperti yang diharapkan. Langitnya cukup gelap dan tidak ada tanda-tanda sunsetnya bakal bagus. Jatohnya main di pantai sambil hunting foto. Main sepuasnya di pasir warna putih yang sangat lembut. Pas dekat tebing tiba-tiba Chemi minta saya duduk di atas karang, dan walaaaa...   jadilah sebuah foto instagramable karya Chemi. Mayan buat dp whatsapp. Ini manfaatnya kalau punya temen jago motret, Makannya kalau nyari trip saya seneng kalau ada cheminya. Hasil fotonya pasti bagus :p Papandayan dan kali ini Sangiang jadi bukti