Skip to main content

Review Gear Hi-Tec Lima Sport WP Womens



Deripade mosi gegara presentasi project di luluh lantakkan sama bos besar yang kemarin maunya kita ngerjain A dan pas presentasi maunya B, mending saya nulis yang agak guna buat masa depan nusa dan bangsa. 

Kali ini saya mau ngasih review gear naik gunung yang menemani kehidupan percintaan saya dengan alam. Soalnya udah lelah mengharapkan percintaan sama manusia #eaaaah #nasibjomblo  Jadi si benda yang akan saya review ini adalah footwear yang emang khusus buat naik gunung yang sudah beberapa kali menemani saya menyusuri lembah dan pinggiran tebing, namanya Sweety, sepatu gunung keluaran Hi-Tec woman series. 

  


Source : hi-tec.com

Asalnya saya beli ini karena mau-gak mau. Mau beli barangnya karena pada saat itu saya belum punya sepatu gunung dan kemana-mana mengandalkan sandal gunung sebagai alas kaki, tapi gak mau belinya soalnya harganya relative mahal buat budak kapitalis kaya saya. HIksss…. 

Setelah bertirakat dan sholat istikhoroh, akhirnya pada suatu sore saya memutuskan buat beli tuh sepatu yang penampakannya emang girly. Warna dasarnya krem kecoklatan kaya warna tanah, tapi bagian dalam yang empuk itu warnanya soft purple. Cewe banget dah. Berhubung menyesuaikan dengan kepribadian saya yang juga girly #cih, saya putuskan untuk memboyongnya dari Leuser deket UP ke Kukusan. 

Nyaris 900 rebu keluar dari sela-sela kartu debit saya.
*garuk – garuk dompet*
 
Sepatu Hi-tec Woman Series ini punya penampakan yang cukup kece, modelnya semi boots, jadi lebih aman untuk ankle, pengalaman main futsal dan aikido yang menyebabkan cedera ankle membuat saya agak paranoid soal safety. 



Penampakan gue #eh penampakan sepatu pas dipakai 
Untuk ukuran sepatu model boots, beratnya lumayan. Gak ringan tapi juga gak berat banget, so so lah. Berat di duit doang buat belinya. Berhubung saya agak pelit kalau buat beli baju-baju atau sepatu jadi kerasa banget. Hahahakksss..
*garuk-garuk dompet lagi*

Secara warna karena subjektif saya sih suka, warnanya kalem kaya warna hijab-hijab yang lagi nge trend di instagram itu. So far warnanya memuaskan.
Daya cengkram ke tanah juga cukup kuat. Paling enak kalau dipakai nanjak, dan misal kondisi jalurnya basah pun masih cukup oke buat nanjak. Lemahnya kalau diopakai turun, entah karena bentuk kaki saya yang agak aneh atau gimana, ujung kaki akan ndadhug beradu dengan bagian dalam ujung sepatu yang menyebabkan ngilu, sengilu hati adek ketika abang gak nyapa adek pas di kereta pagi itu. #elaaaahhh… 

Kenyamanan? Beberapa kali dipakai dan doski bikin saya aman dari benturan. Terhitung pas perosotan di gunung Guntur da nada batu cukup besar yang secara membabi buta berjatuhan dan mengenai kaki saya – saya masih aman. Sepatu ini juga waterproof, kalau ujan cimit cimit mah aman. 

Selain itu dari segi ergonomic bagus, karena kaki napak langsung ke sol dan gak ada space jadi firm buat pijakannya. Semacam nempel pas banget, ini juga sih yang kayanya emang sama Hi-tec digadang-gadang jadi keunggulannya. Menyesuaikan bentuk telapak kaki manusia. Untung saya masih manusia, belum berevolusi jadi digimon. 

Yang gak aman kalau hujan badai dan airnya masuk merembes di celana dan masuk ke bagian dalam sepatu. Ini salah satu kelemahannya, buat luarnya waterproof, tapi buat dalamnya sekalinya basah agak lama keringnya. T_T, jadinya malah nampung aer. Kan gak asik kalau nge trek trus luarnya kering tapi dalem sepatu kebanjiran. #apasih. 

Kata temen sih ada sepatu merk Salom*n yang punya fitur lebih oke, tapi karena saya gak segitunya impulsive, saya merasa si Sweety ini masih cukup mumpuni untuk menemani perjalanan saya. Toh anniversary pertama juga belum terlewati.Aslinya juga karena merk sebelah jauh lebih mahal. Hahaha… Kapan dedek bisa nabung buat nikahan sama abng. #ngomongsamalangit-langitkantor
Oke, untuk rekap review Hi-Tec Woman Series ini, kali aja gitu di endorse sama hi-tec dapet sepatu bayu lagi trus dibikinnya custom buat saya awwwww… 

·        Harga : Paling utama, 800 – 900rb, relative buat harga gear naik gunung yg emang mehong
·         Warna : Girly banget, cocok buat yang tomboy kaya saya #loh
·         Daya cengkram : kek rem, okeh utamanya buat naik, dan masih oke buat jalan licin, cuman kalo kelewat licin ya pasrah aja
·      Ketahanan sama air : Luar oke, tapi bagian dalem kurang, bisa nampung air dan airnya gak keluar
·     Egonomis : Top, sol nya pas sama bentuk telapak kaki, tapi buat turunnya masih menyakitkan eaaaa
·    Rekomendasi : Recommended, asal harga, rupa, serta kepribadian cocok sama anda dan mendapat restu dari orang tua. 


Okai, karena musti bak tu de work, sudahan dulu review gear ini. Nanti akan ada review gear terbaru saya eaaaakkk, yang benar-benar nguras kantong. Baaaiii…

Comments

Popular posts from this blog

Review Gear - Deuter Aircontact 50+10 SL

Sekali-kali bikin catatan yang agak berguna bagi dunia persilatan. Demi pelaksanaan hobi jalan-jalan yang lebih nyaman terkendali, akhirnya (mau gak mau) saya musti beli yang namanya carrier. Benda satu ini memang vital banget buat orang-orang yang suka lanjalan utamanya lanjalan menyusuri tanjakan. Berhubung belakangan lagi seneng naik – naik gunung lucu, saya memutuskan untuk beli carrier sendiri. Selama ini carrier modal pinjem temen yang malah seneng carrier nya dipakai. Hahahakkk... #dasarbenalu  Beberapa minggu memilih dan memilah, lihat review sana sini, Udah sampai level browsing toko outdoor yang jualan carrier yang lebih nyaman di kantong juga. Sempat nanya-nanya carrier merk dalam negeri Consina dan Cozmeed demi menyelamatkan dompet dari derita kekeringan. Cukup hati adek yang kering, Bang. #bah Dan hingga ujungnya, pada suatu minggu pilihan saya jatuh pada Deuter Aircontact 50 + 10. Bahahahhaa....  Kalau kata Dimitri, kak iim emang suka random kaya gitu.  M

Catatan Perjalanan - Gunung Guntur yang Hangat (Part 2)

Semangka di Puncak Gunung Guntur Bikin istigfar dan bikin persediaan air mendadak tipis. Untung bawa semangka. Yup kami bawa semangka ke puncak Guntur untuk dinikmati disana. Apalagi kalau bukan atas prakarsa Mas Zam yang level imajinasi terhadap kuliner di gunung sangat liar. Mendaki sekitar satu setengah jam, kami sampai di puncak 1. Pemandangan yang terlihat adalah – kabut. Hahaha iyalah, kalau mau sunrise harus dini hari summitnya. Di puncak 1kami pecah itu semangka. Setengah kami makan. Jalur pos 3 ke puncak satu menurut saya yang paling berat. Lima menitan di puncak 1 kami menuju puncak 2. Jalurnya didahului dengan jalan landa kemudian menanjak lagi. Hahaha. Gak kalah serunya dari nanjak di awal. waktu tempuh sekitar 1 jam ke puncak 2. Disana ada tugu GPS dari ITB, menandakan posisi tertinggi. Sayangnya, vandalism terjadi bahkan seniat itu sampai puncak gunung. Tugu dan batu dicoret-coret. At that point kalau saya liat ada yang nyorat-coret bakal langsung saya koshinange t

Catatan Perjalanan - Pulau Sangiang (Part II)

Badai Pasti Berlalu Usai memasang tenda dan flysheet, dari tampangnya sudah kelihatan kami semua kelelahan. Saya sempat mengambil beberapa foto, lalu mencari pohon teduh buat ngaso yang selanjutnya dialihfungsikan sebagai tempat tidur siang. Ada yang tidur di atas mastras di pasir, ada yang tidur diatas kayu sekitar pohon teduh. Hampir jam 3 saya terbangun dan mencari Galih, anaknya sedang mandi ternyata. Usai mandi dan leha-leha kami berburu sunset walau tidak seperti yang diharapkan. Langitnya cukup gelap dan tidak ada tanda-tanda sunsetnya bakal bagus. Jatohnya main di pantai sambil hunting foto. Main sepuasnya di pasir warna putih yang sangat lembut. Pas dekat tebing tiba-tiba Chemi minta saya duduk di atas karang, dan walaaaa...   jadilah sebuah foto instagramable karya Chemi. Mayan buat dp whatsapp. Ini manfaatnya kalau punya temen jago motret, Makannya kalau nyari trip saya seneng kalau ada cheminya. Hasil fotonya pasti bagus :p Papandayan dan kali ini Sangiang jadi bukti